Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari tentang
materi, wujud materi, dan macam-macam energi. Kemudian penulis akan fokuskan
pembahasan lebih lanjut mengenai kalor yang menyertai suatu reaksi kimia,
berbagai tipe kalor reaksi kimia, serta beberapa metode yang dapat digunakan
untuk menghitung besarnya kalor suatu reaksi kimia.
Alam semesta tersusun atas dua komponen utama, yaitu
materi dan energi. Materi adalah segala sesuatu yang memiliki
massa dan menempati ruang. Materi dapat berupa salah satu dari tiga wujud
berikut, yaitu: padat, cair, dan gas.
Pada tingkat makroskopis, yaitu tingkatan
yang dapat kita amati langsung dengan indera kita, padatan mempunyai
bentuk tertentu dan menempati ruang tertentu pula. Pada tingkat mikroskopis (ketika
bendanya sangat kecil sehingga tidak dapat diamati secara langsung), partikel
penyusunpadatan sangat berdekatan satu sama lainnya, merapat
membentuk struktur dengan tatanan pola tertentu (struktur Kristal), dan
tidak dapat bergerak dengan mudah.
Tidak seperti padatan, cairan tidak
memiliki bentuk tertentu tetapi memiliki volume tertentu seperti pada padatan.
Bentuk cairan mengikuti wadah dimana cairan tersebut
berada. Partikel-partikel pada cairanterpisah lebih jauh
dibandingkan padatan, dan partikel tersebut lebih mudah bergerak.
Kekuatan tarik-menarik antar partikel cairan lebih lemah
dibandingkan padatan.
Gas tidak memiliki bentuk dan volume tertentu. Pada gas,
partikel-partikel terpisah lebih jauh daripada ketika berupa padatan atau cairan.
Gerakan partikel pada gas tidak saling tergantung. Karena
jarak antar partikel yang jauh dan masing-masing partikel dapat bergerak
bebas, gas mengambang memenuhi seluruh ruang yang
ditempatinya.
Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Energi dapat
berbentuk macam-macam, seperti energi panas, energi cahaya, energi listrik, dan
energi mekanik. Ada dua penggolongan energi yang umum dan penting bagi
kimiawan, yaitu:
- Energi Kinetik, Energi kinetik adalah energi gerak. Para kimiawan mempelajari partikel yang bergerak, khususnya gas, karena energi kinetik dari partikel ini membantu untuk menentukan apakah suatu reaksi dapat terjadi, selain faktor ada tidaknya tumbukan antar partikel dan perpindahan suatu energi.
- Energi Potensial, Energi potensial adalah energi yang tersimpan. Setiap benda mempunyai energi potensial yang tersimpan berdasarkan posisinya. Para kimiawan lebih tertarik dengan energi potensial yang tersimpan dalam ikatan kimia, yaitu gaya yang menyatukan atom-atom di dalam senyawa. Energi potensial tersebut akan dibebaskan menjadi bentuk energi lainnya saat reaksi kimia. Energi potensial yang ada pada ikatan kimia berhubungan dengan jenis ikatan dan jumlah ikatan yang memiliki kemampuan untuk putus dan membentuk ikatan baru.
Semua reaksi kimia mengikuti dua hukum dasar, yaitu
hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan energi. Hukum kekekalan massa
menyatakan bahwa massa zat sebelum bereaksi harus sama dengan massa zat setelah
bereaksi. Sementara hukum kekekalan energi (Hukum Termodinamika I)
menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan; energi hanya
dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Dengan kata lain, total energi
di alam semesta selalu konstan.
Semua reaksi kimia dapat menyerap maupun melepaskan
energi dalam bentuk panas (kalor). Kalor adalah
perpindahan energi termal antara dua materi yang memiliki perbedaan
temperatur. Kalor selalu mengalir dari benda panas menuju benda
dingin. Termokimia adalah kajian tentang perpindahan
kalor yang terjadi dalam reaksi kimia (kalor yang menyertai suatu reaksi
kimia).
Aliran kalor yang terjadi dalam reaksi kimia dapat
dijelaskan melalui konsepsistem-lingkungan. Sistem adalah
bagian spesifik (khusus) yang sedang dipelajari oleh kimiawan. Reaksi kimia
yang sedang diujicobakan (reagen-reagen yang sedang dicampurkan) dalam tabung
reaksi merupakansistem. Sementara, lingkungan adalah
area di luar sistem, area yang mengelilingi sistem.
Dalam hal ini, tabung reaksi, tempat berlangsungnya reaksi kimia,
merupakan lingkungan.
Ada tiga jenis sistem. Sistem
terbuka, mengizinkan perpindahan massa dan energi dalam bentuk kalor
dengan lingkungannya. Sistem tertutup, hanya
mengizinkan perpindahan kalor dengan lingkungannya, tetapi tidak
untuk massa. Sedangkan sistem terisolasi tidak mengizinkan
perpindahan massa maupun kalor dengan lingkungannya.
Pembakaran gas hidrogen dengan gas oksigen adalah
salah satu contoh reaksi kimia dapat menghasilkan kalor dalam jumlah besar.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2 H2(g) + O2(g) –>
2 H2O(l) + energi
Dalam reaksi ini, baik produk maupun reaktan
merupakan sistem, sedangkan sekeliling reaksi kimia merupakan
lingkungan. Oleh karena energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan,
hilangnya sejumlah energi pada sistem akan ditampung
pada lingkungan. Dengan demikian, kalor yang dihasilkan dari reaksi
pembakaran ini sesungguhnya merupakan hasil perpindahan kalor dari sistem menuju lingkungan.
Ini adalah contoh reaksi eksoterm, yaitu reaksi yang melepaskan
kalor, reaksi yang memindahkan kalor ke lingkungan.
Penguraian (dekomposisi) senyawa raksa (II) oksida
hanya dapat terjadi pada temperatur tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
energi + 2 HgO(s) –> 2 Hg(l) + O2(g)
Reaksi ini adalah salah satu contoh dari reaksi endoterm,
yaitu reaksi yang menyerap (membutuhkan) kalor, reaksi yang memindahkan kalor
dari lingkungan ke sistem.
Reaksi eksoterm merupakan reaksi
yang memancarkan (melepaskan) kalor saat reaktan berubah menjadi produk.
Reaktan memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibandingkan produk, sehingga
energi dibebaskan pada perubahan reaktan menjadi produk. Sebaliknya, pada
reaksiendoterm terjadi hal yang berlawanan. Pada reaksi endoterm,
terjadi penyerapan kalor pada perubahan dari reaktan menjadi produk. Dengan
demikian, reaktan memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan
produk.
Termokimia merupakan salah satu kajian khusus dari Termodinamika, yaitu
kajian mendalam mengenai hubungan antara kalor dengan bentuk energi lainnya.
Dalam termodinamika, kita mempelajari keadaan sistem,
yaitu sifat makroskopis yang dimiliki materi, seperti energi,
temperatur, tekanan, dan volume. Keempat sifat tersebut merupakanfungsi
keadaan, yaitu sifat materi yang hanya bergantung padakeadaan sistem,
tidak memperhitungkan bagaimana cara mencapai keadaan tersebut. Artinya,
pada saat keadaan sistem mengalami perubahan, besarnya
perubahan hanya bergantung pada kondisi awal dan akhir sistem, tidak bergantung
pada cara mencapai keadaan tersebut.
Hukum Termodinamika I disusun berdasarkan konsep hukum kekekalan
energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan; energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya. Dalam kajian Hukum Termodinamika I, kita akan
mempelajari hubungan antara kalor, usaha (kerja),
dan perubahan energi dalam (ΔU).
Perubahan energi dalam (ΔU) dapat dinyatakan dalam
persamaan ΔU = Uf– Ui, dimana Uf adalah
energi dalam setelah mengalami suatu proses dan Ui adalah
energi dalam sebelum mengalami suatu proses. Perubahan energi dalam (ΔU)
merupakan fungsi keadaan. Energi dalam (U) akan bertambah jika sistem menerima
kalor dari lingkungan dan menerima usaha (kerja) dari lingkungan. Sebaliknya,
energi dalam (U) akan berkurang jika sistem melepaskan kalor ke lingkungan dan
melakukan kerja (usaha) terhadap lingkungan. Dengan demikian, hubungan antarakalor, usaha
(kerja), dan perubahan energi dalam (ΔU) dapat dinyatakan
dalam persamaan sederhana berikut:
ΔU = Q + W
Perubahan energi dalam (ΔU) adalah penjumlahan dari
perpindahan kalor (Q) yang terjadi antar sistem-lingkungan dan
kerja (W) yang dilakukan oleh-diberikan kepada sistem.
Proses
|
Tanda
|
Melepaskan kalor (Q) dari sistem ke
lingkungan (eksoterm)
|
-
|
Menerima kalor (Q) dari lingkungan
ke sistem (endoterm)
|
+
|
Kerja (W) dilakukan oleh
sistem terhadap lingkungan (melakukan kerja)
|
-
|
Kerja (W) dilakukan oleh
lingkungan terhadap sistem (menerima kerja)
|
+
|
Reaksi kimia umumnya berlangsung pada tekanan tetap. Sesuai denganHukum Termodinamika I, persamaan pada kondisi tekanan tetap akan menjadi seperti berikut:
ΔU = Q + W
ΔU = Qp – P.ΔV
Sehingga, Qp = ΔU + P.ΔV
atau ΔH = ΔU + P.ΔV
Qp disebut dengan istilah perubahan
entalpi (ΔH), yaitu perubahan kalor yang dialami suatu zat pada tekanan
tetap. Perubahan entalpi (ΔH) adalah penjumlahan energi dalam
dan kerja. Oleh karena U, P, dan V merupakan fungsi keadaan,
maka H juga merupakan fungsi keadaan. Dengan
demikian, perubahan entalpi (ΔH) adalah fungsi yang hanya
bergantung pada keadaan awal dan akhir zat, tidak bergantung pada cara mencapai
keadaan tersebut.
Berdasarkan jenis reaksi yang terjadi, perubahan
entalpi (ΔH) reaksidapat dikelompokkan menjadi empat jenis, antara lain:
1. Perubahan entalpi pembentukan standar (ΔH°f)
Merupakan kalor yang terlibat dalam proses
pembentukan satu mol senyawa melalui unsur-unsurnya.
Sebagai contoh, reaksi ½ H2(g) + ½ I2(s) HI(g) merupakan reaksi pembentukan 1 mol senyawa HI. Kalor
yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°f HI.
Sebagai contoh, reaksi ½ H2(g) + ½ I2(s) HI(g) merupakan reaksi pembentukan 1 mol senyawa HI. Kalor
yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°f HI.
2. Perubahan entalpi penguraian standar (ΔH°d)
Merupakan kalor yang terlibat dalam proses penguraian
satu mol senyawa menjadi unsur-unsur
pembentuknya. Sebagai contoh, reaksi HI(g) ½ H2(g)+ ½ I2(s) merupakan reaksi penguraian 1 mol
senyawa HI. Kalor yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°d HI. Reaksi penguraian merupakan kebalikan dari reaksi pembentukan. Dengan demikian, tanda ΔH°dberkebalikan dengan tanda ΔH°f.
pembentuknya. Sebagai contoh, reaksi HI(g) ½ H2(g)+ ½ I2(s) merupakan reaksi penguraian 1 mol
senyawa HI. Kalor yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°d HI. Reaksi penguraian merupakan kebalikan dari reaksi pembentukan. Dengan demikian, tanda ΔH°dberkebalikan dengan tanda ΔH°f.
3. Perubahan entalpi pembakaran standar (ΔH°c)
Merupakan kalor yang terlibat dalam proses pembakaran
satu mol unsur atau satu mol senyawa dengan
oksigen. Sebagai contoh, reaksi C(s) + O2(g) CO2(g) merupakan reaksi pembakaran 1 mol unsur C. Kalor yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°c C. Contoh lain, reaksi pembakaran belerang dioksida, SO2(g) +
½ O2(g) SO3(g). Kalor yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°c SO2.
oksigen. Sebagai contoh, reaksi C(s) + O2(g) CO2(g) merupakan reaksi pembakaran 1 mol unsur C. Kalor yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°c C. Contoh lain, reaksi pembakaran belerang dioksida, SO2(g) +
½ O2(g) SO3(g). Kalor yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°c SO2.
4. Perubahan entalpi netralisasi standar (ΔH°n)
Merupakan kalor yang terlibat dalam proses reaksi
satu mol senyawa asam (H+) dengan satu mol senyawa basa (OH-).
Sebagai contoh, reaksi HCl(aq)+ NaOH(aq) NaCl(aq) +
H2O(l) merupakan reaksi netralisasi satu mol asam
terhadap satu mol basa. Kalor yang terlibat dalam reaksi ini disebut ΔH°n.
Reaksi kimia umumnya berlangsung pada tekanan tetap.
Perpindahan kalor yang terjadi saat reaktan berubah menjadi produk disebutperubahan
entalpi reaksi (ΔH) dan dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
ΔH = Hproduk -
Hreaktan
Entalpi reaksi (ΔH) dapat bertanda positif maupun
negatif, tergantung proses yang terjadi. Pada reaksi endoterm,
kalor berpindah dari lingkungan ke sistem, menyebabkan entalpi produk lebih
tinggi dibandingkan entalpi reaktan, sehingga ΔH bertanda positif
(ΔH>0). Sebaliknya, pada reaksi eksoterm, kalor berpindah
dari sistem ke lingkungan, menyebabkan entalpi produk lebih rendah dibandingkan
entalpi reaktan, sehingga ΔH bertanda negatif (ΔH<0).
Persamaan Termokimia merupakan persamaan reaksi kimia yang
dilengkapi dengan nilai entalpi reaksinya. Melalui persamaan termokimia, selain
mengetahui perubahan yang terjadi dari reaktan menjadi produk, kita juga
sekaligus dapat mengetahui apakah proses ini membutuhkan kalor (endoterm)
atau melepaskan panas (eksoterm). Berikut ini diberikan beberapa
persamaan termokimia:
CH4(g) + 2 O2(g)
–> CO2(g) + 2 H2O(l) ΔH
= -890,4 kJ/mol
SO2(g) + ½ O2(g) –>
SO3(g) ΔH = -99,1 kJ/mol
Entalpi merupakan salah satu sifat ekstensif materi.
Sifat ekstensif materi bergantung pada kuantitas (jumlah) materi tersebut. Oleh
karena itu, bila suatu persamaan termokimia dikalikan dengan faktor n, maka
nilai ΔH juga ikut dikalikan dengan faktor n. Sebagai contoh:
H2O(s) –> H2O(l) ΔH
= +6,01 kJ/mol
(untuk melelehkan satu mol es diperlukan kalor
sebesar 6,01 kJ)
2 H2O(s) –> 2
H2O(l) ΔH = 2(+6,01 kJ/mol) = +12,02 kJ/mol
(untuk melelehkan dua mol es diperlukan kalor sebesar
dua kali kalor pelelehan satu mol es)
Ketika suatu persamaan reaksi dibalik, posisi reaktan
dan produk akan saling tertukar satu sama lainnya. Dengan demikian, nilai ΔH
akan tetap dipertahankan, akan tetapi tandanya berubah [dari (+) menjadi (–)
atau sebaliknya dari (– )menjadi( +)]. Sebagai contoh:
H2O(s) –> H2O(l) ΔH
= +6,01 kJ/mol
H2O(l) –> H2O(s) ΔH
= -6,01 kJ/mol
Dalam laboratorium, perubahan kalor yang terjadi
akibat proses fisika maupun kimia dapat diukur dengan kalorimeter.
Prinsip perhitungan entalpi reaksi melalui metode kalorimeter
memanfaatkan Azas Black, yaitu kalor reaksi sebanding dengan massa
zat yang bereaksi, kalor jenis zat yang bereaksi, dan perubahan temperatur yang
diakibatkan oleh reaksi tersebut. Secara matematis, Azas Black dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut:
Q = m . c . ΔT
Q = kalor reaksi (J)
m =massa zat yang bereaksi (g)
c = kalor jenis zat (J/g.°C)
ΔT = perubahan temperatur (°C)
Jumlah mol zat yang bereaksi dapat dihitung dengan
salah satu dari persamaan berikut:
n = massa zat yang bereaksi / massa molar (Mr) zat
tersebut
atau
n = Molaritas . Volume (khusus untuk larutan)
Satuan ΔH adalah joule per mol atau kilojoule per
mol. Hubungan kalor reaksi (Q), jumlah mol zat yang bereaksi (n), dan entalpi
reaksi (ΔH) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
ΔH = Q / n
Selain menggunakan metode kalorimeter, entalpi reaksi
dapat pula ditentukan melalui beberapa metode lainnya. Salah satu metode yang
sering digunakan para kimiawan untuk mempelajari entalpi suatu reaksi kimia
adalah melalui kombinasi data-data ΔH°f. Keadaan standar
(subskrip °) menunjukkan bahwa pengukuran entalpi dilakukan pada
keadaan standar, yaitu pada tekanan 1 atm dan suhu 25°C. Sesuai kesepakatan,
ΔH°f unsur bebas bernilai 0, sedangkan ΔH°f senyawa
tidak sama dengan nol (ΔH°f unsur maupun senyawa dapat dilihat
pada Tabel Termokimia). Kita dapat menghitung entalpi suatu
reaksi kimia apabila ΔH°f unsur maupun senyawa yang terlibat
dalam reaksi tersebut diberikan. Sebagai contoh, berikut ini diberikan suatu
reaksi hipotetis:
a A + b
B —————> c C + d D
Jika diberikan data:
ΔH°f A = p kJ/mol
ΔH°f B = q kJ/mol
ΔH°f C = r kJ/mol
ΔH°f D = s kJ/mol
a, b, c, dan d adalah koefisien reaksi untuk
masing-masing zat A, B, C, dan D. Maka ΔH reaksi dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
ΔHreaksi = [c(ΔH°f C
)+ d(ΔH°f D)] – [a(ΔH°f A) + b(ΔH°f B)]
ΔHreaksi = [c.r + d.s] – [a.p + b.q]
Dengan demikian, entalpi suatu reaksi adalah
penjumlahan entalpi produk yand dikurangi dengan penjumlahan entalpi reaktan.
Singkat kata,
ΔHreaksi =
ΣΔH°f produk – ΣΔH°f reaktan
(jangan lupa masing-masing dikalikan terlebih
dahulu dengan koefisien reaksinya)
Beberapa senyawa tidak dapat dihasilkan langsung dari
unsur-unsurnya. Reaksi semacam ini melibatkan beberapa tahapan reaksi. Untuk
menentukan entalpi reaksinya, kita dapat menggunakan hukum penjumlahan entalpi
reaksi yang dikembangkan oleh Germain Hess, seorang ilmuwan berkebangsaan
Swiss. Metode ini lebih dikenal dengan istilah Hukum Hess.
Hukum Hess menyatakan bahwa entalpi reaksi tidak bergantung pada
jalannya reaksi, tetapi hanya bergantung pada kondisi awal (reaktan) dan
kondisi akhir (produk)reaksi. Ini merupakan konsekuensi dari sifat fungsi
keadaan yang dimilki oleh entalpi. Hal ini berarti, nilai ΔH akan
sama, baik reaksi berlangsung dalam satu tahap maupun beberapa tahap.
Sebagai contoh, kita ingin menentukan entalpi
pembentukan gas karbon monoksida (CO). Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
C(grafit) + ½ o2(g)
–> CO(g)
Kita tidak dapat menentukan ΔH°f CO
secara langsung, sebab pembakaran grafit akan menghasilkan sejumlah gas CO2.
Oleh sebab itu, kita dapat menggunakan cara tidak langsung dengan Hukum
Hess. Diberikan dua persamaan reaksi termokimia yang berkaitan dengan gas
CO, masing-masing adalah sebagai berikut:
(1) C(grafit) + O2(g)
–> CO2(g) ΔH = -393,5 kJ/mol
(2) CO(g) + ½
o2(g) –> CO2(g) ΔH = -283,0
kJ/mol
Untuk mendapatkan reaksi pembentukan CO, reaksi (1)
dipertahankan (tetap), sementara reaksi (2) dibalik (jangan lupa
mengubah tanda pada ΔH). Selanjutnya jumlahkan kedua reaksi tersebut.
(1) C(grafit) + O2(g)
–> CO2(g) ΔH = -393,5 kJ/mol
(2) CO2(g) –>
CO(g) + ½ o2(g) ΔH = +283,0 kJ/mol +
C(grafit) + ½ o2(g)
–> CO(g) ΔH = -110,5 kJ/mol
Dengan menjumlahkan kedua reaksi tersebut, kita telah
memperoleh reaksi pembentukan CO dengan ΔH reaksi sebesar -110,5 kJ/mol. Spesi
CO2 di ruas kiri dan kanan saling meniadakan. Dengan demikian,
reaksi-reaksi yang akan dijumlahkan harus disusun sedemikian rupa, sehingga
spesi yang tidak diharapkan dapat dihilangkan dan hanya tersisa reaktan dan
produk yang diinginkan dalam reaksi kimia.
Kestabilan suatu molekul ditentukan oleh
besarnya energi (entalpi) ikatan, yaitu perubahan entalpi yang
terjadi saat pemutusan satu mol molekul dalam wujud gas. Semakin besar energi
ikatan, semakin stabil ikatan bersangkutan. Besarnya entalpi
ikatan dapat dilihat pada Tabel Termokimia.
Reaksi kimia pada dasarnya merupakan peristiwa pemutusan-penggabungan ikatan.
Saat reaksi kimia berlangsung, reaktan akan mengalami pemutusan ikatan,
menghasilkan atom-atom yang akan bergabung kembali membentuk produk dengan
sejumlah ikatan baru. Dengan mengetahui nilai entalpi masing-masing ikatan,
kita dapat menghitung entalpi suatu reaksi kimia. Oleh karena pemutusan ikatan
kimia selalu membutuhkan sejumlah kalor dan sebaliknya pembentukan ikatan kimia
baru selalu disertai dengan pelepasan kalor, maka selisihnya dapat berupa
pelepasan (eksoterm) maupun penyerapan (endoterm) kalor.
Jika kalor yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan
lebih tinggi dibandingkan kalor yang dilepaskan pada saat pembentukan ikatan,
maka reaksi tersebut membutuhkan kalor (endoterm)
Jika kalor yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan
lebih rendah dibandingkan kalor yang dilepaskan pada saat pembentukan ikatan,
maka reaksi tersebut melepaskan kalor (eksoterm)
Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung
entalpi reaksi dari data energi ikatan adalah sebagai berikut:
ΔH = Σenergi ikatan
reaktan – Σenergi ikatan produk
ΔH = Σenergi yang
dibutuhkan – Σenergi yang dilepaskan
Sebagai contoh, diberikan data energi ikatan sebagai
berikut:
H-H = 436,4 kJ/mol
O=O = 498,7 kJ/mol
O-H = 460 kJ/mol
Dengan menggunakan data-data tersebut, maka entalpi
reaksi 2 H2(g) + O2(g) –> 2 H2O(g) dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut:
ΔH = Σenergi ikatan reaktan – Σenergi ikatan produk
ΔH = [2.energi ikatan H-H + 1.energi ikatan O=O] –
[4.energi ikatan O-H]
ΔH = [2(436,4) + 1(498,7)] – [4(460)]
ΔH = 1371,5 – 1840 = -468,5 kJ/mol
Referensi:
Andy. 2009.
Pre-College Chemistry.
Chang, Raymond.
2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.
Moore, John T.
2003. Kimia For Dummies. Indonesia: Pakar Raya.